Thursday, 3 October 2013

Nabi yang mampu menahan matahari daripada terbenam? Siapakah dia?

Assalam semua, hari ni saya nak share cerita yang menarik untuk kalian baca.
pernahkan kamu mendengar cerita seorang nabi yang mampu menahan matahari daripda terbenam?

bacalah ceritanya di bawah ini...


KISAHNYA

Setelah Nabi Musa as wafat, Nabi Yusya' bin Nun membawa Bani Israil untuk keluar dari padang pasir. Mereka berjalan hingga menyeberangi sungai Yordania dan akhirnya sampai di kota Jerica (Yeriko). Kota Jerica adalah sebuah kota yang mempunyai benteng dan pintu gerbang yang sangat kuat. Bangunan-bangunan di dalamnya tinggi-tinggi serta berpenduduk padat.

Nabi Yusya' bersama kaumnya, Bani Israil, mengepung kota tersebut sampai 6 bulan lamanya.
Pada suatu hari, mereka bersepakat untuk menyerbu sampai ke dalam. Dengan diiringi suara terompet dan pekikan takbir, serta semangat yang kuat, mereka berhasil menghancurkan benteng kota dan memasukinya.

Di dalam kota Jerica, mereka mengambil harta rampasan dan membunuh siapa saja yang mencoba menghalanginya.
Mereka juga memerangi sejumlah raja yang berkuasa di Syam.

Hari itu adalah hari Jum'at, peperangan belum juga usai sementara matahari sudah hampir terbenam. Berarti hari Jum'at akan segera berlalu dan hari Sabtu akan segera tiba. Padahal, menurut syariat, pada hari sabtu dilarang untuk melakukan peperangan.

Doa Nabi

Nabi Yusya' kemudian berkata,
"Wahai Matahari, sesungguhnya engkau hanya mengikuti perintah Allah SWT, demikian pula aku. Aku bersujud mengikuti perintahNya. Ya Allah, tahanlah matahari itu untukku agar tidak terbenam terlebih dahulu."

Dengan izin Allah SWT, matahari itu tidak terbenam dulu, sebelum negeri itu ditaklukkan.
Setelah Baitul Maqdis dapat dikuasai oleh Bani Israil, mereka pun hidup di dalamnya dan Nabi Yusya' yang memerintah mereka dengan kitab Allah, kitab Taurat sampai akhir hayatnya.
Beliau kembali ke hadirat Allah SWT saat berumur 127 tahun dan masa hidupnya 27 tahun setelah wafatnya Nabi Musa as.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Sesungguhnya matahari itu tidak pernah tertahan untuk terbenam hanya karena seorang manusia yang bernama Yusya' yaitu pada malam-malam dia berjalan ke Baitul Maqdis untuk berjihad."

Diriwaytkan pula oleh Abu Hurairah ra dari Rasulullah SAW. Ada seorang Nabi dari Nabi-Nabi Allah yang ingin berperang, dan dia berkata,
"Tidak boleh ikut bersamaku dalam peperangan ini, seorang laki-laki yang telah berkumpul dengan istrinya dan mereka mengharapkan seorang anak, tapi belum mendapatkannya. Begitu pula orang yang membangun rumah tapi atapnya belum selesai. Juga tidak boleh ikut bersamaku orang yang telah membeli kambing atau unta bunting yang dia tunggu binatang itu beranak."

Maka berangkatlah Nabi itu berjihad.
Ketika sudah berada di dekat daerah yang dituju, saat Ashar telah tiba atau hampir tiba, maka Nabi itu berkata kepada matahari,
"Wahai matahari, engkau tunduk kepada perintah Allah dan aku pun demikian. Ya Allah, tahanlah matahari itu sejenak agar tidak terbenam."

Maka Allah SWT menahan matahari itu hingga Nabi itu bersama kaumnya menaklukkan daerah tersebut. Kemudian mereka Mengumpulkan semua harta rampasan di sutau tempat. Namun tiba-tiba saja ada api yang menyambar, tetapi api tidak sampai membakar harta rampasan itu.

Nabi Yusya' berkata,
"Diantara kalian ada yang berkhianat, masih menyimpan sebagian harta rampasan. Aku harap seseorang dari setiap kabilah bersumpah kepadaku."

Satu persatu seseorang dari tiap kabilah bersumpah.
Tiba-tiba tangan Nabi Yusya' lengket pada tangan dua atau tiga orang.
"Kalian berkhianat," teriak Nabi Yusya'.

Dan orang-orang yang berkhianat itu mengeluarkan emas sebesar kepala sapi.
Emas itu kemudian dikumpulkan dengan harta rampasan lainnya. Harta rampasan itu dukumpulkan di sebuah lapangan, dan tiba-tiba saja datanglah api menyambar dan melalapnya.

Rasulullah SAW bersabda,
"Harta rampasan memang tidak pernah dihalalkan untuk umat sebelum kita, dan dihalalkan untuk kita karena Allah melihat kelemahan dan ketidakmampuan kita."

Wednesday, 2 October 2013

Hasan al-Basri dan jubah 4000 dinar

Semalam saya ada menonton rancangan Muqaddimah di TV9. Di dalamnya, ada suatu kisah menarik yang diceritakan berkenaan zuhud. Kisahnya adalah mengenai seorang ulamak tersohor umat islam, anak seorang hamba yang lahir di zaman pemerintahan Khalifah Umar al-Khattab pada tahun 21 Hijrah (642 Masihi), iaitu Hasan al-Basri. Beliau pernah berguru dengan beberapa orang sahabat nabi, menjadi seorang guru di Basrah (Iraq) dan merupakan seorang yang sangat mementingkan nilai hidup zuhud. Seorang yang zuhud menahan dirinya daripada berlebih-lebihan di dalam perkara-perkara yang halal. Biasanya orang yang zuhud mengelakkan diri daripada segala macam kemewahan. Ini tanggapan umum mengenai zuhud dan inilah yang difahami oleh anak murid Hasan Al-Basri.

Diceritakan pada suatu hari, di dalam suatu kuliah, Hasan al-Basri mengenakan sebuah jubah yang dihadiahkan oleh salah seorang anak muridnya yang hartawan. Jubah tersebut merupakan sebuah jubah yang sangat mahal dan diberitakan bernilai kira-kira 4000 dinar. Dinar adalah matawang emas tulen (24 karat, 99.9%) dimana 1 dinar bersamaan dengan 4.25 gram emas. Jika kita mengambil kira harga emas semasa di Malaysia ini, 1 gram = RM 160, maka 4000 dinar adalah bersamaan 4000 x 4.25 = 17000 gram (17 kg) emas. Ini bermakna, 4000 dinar bersamaan dengan 17000 x 160 = RM 2,720,000 atau hampir 2.7 juta Ringgit Malaysia ! Rasanya, tiada baju di Malaysia ini yang bernilai 2.7 juta ringgit !

Berbalik kepada kisah tadi, ketika Hasan al-Basri sedang mengajar, beliau ditegur muridnya kerana mengenakan pakaian yang sangat mahal, walhal beliau selalu mengajar supaya muridnya menghampiri cara hidup zuhud. Tiba-tiba, datang seorang miskin menemui Hasan al-Basri memohon sedikit bantuan kerana beliau orang susah. Mendengarkan hal itu, Hasan al-Basri lantas menyerahkan jubah 4000 dinar (RM 2.7 juta) yang dipakainya kepada orang miskin tersebut, supaya dijualkan jubah tersebut bagi mendapatkan wang untuk membantu si miskin tadi. Bergegaslah si miskin tadi ke pasar untuk menjualkan jubah tersebut. Saban hari si miskin menunggu di pasar, menantikan pembeli jubah namun tiada yang sudi membeli jubah tersebut kerana nilainya yang sangat mahal. Tiba-tiba datang seorang lelaki menyapa si miskin yang sedang menjual jubah tersebut, "Wahai saudara, dari mana saudara mendapatkan jubah ini ?". "Jubah ini aku berikan kepada Hasan al-Basri", sambungnya lagi. "Jubah ini diberikan kepadaku oleh Hasan al-Basri dan disuruh aku menjualnya", jawab si miskin tadi.

Lelaki tadi kemudiannya membeli jubah tersebut pada harga 4000 dinar daripada si miskin tadi dan menghadiahkan jubah itu semula kepada gurunya Hasan al-Basri. Kesesokan harinya ketika Hasan al-Basri mengajar, muridnya terkejut kerana beliau masih mengenakan jubah yang mahal tersebut, walapun semalam, beliau telah menyedekahkannya. Beliau menceritakannya kepada muridnya tentang apa yang telah berlaku. Benarlah akan kata-kata, "sesiapa yang hidupnya tidak bermatlamat untuk mencari dunia maka dunia akan datang mencarinya". Erti zuhud sebenarnya bukan terhad kepada tidak memilih untuk hidup secara mewah, namun yang lebih penting ialah, tiada ikatan atau kecenderungan hati terhadap kemewahan dunia. Seseorang mungkin mempunyai harta yang sedikit, dan hidup secara sederhana namun belum boleh dikatakan seorang yang hidup dengan sifat zuhud sehinggalah dia tidak meletakkan sebarang rasa cinta kepada harta yang dimilikinya. Ingatlah, semua harta kekayaan adalah milik Allah.

Semua rezeki yang kita perolehi baik wang ringgit, kesihatan, pangkat, anak, dan sebagainya adalah anugerah dari Allah. Kesemua harta tersebut tidak dapat kita miliki jika Allah tidak mengizinkannya dan begitu juga sebaliknya, jika Allah telah menetapkan bahawa sesuatu harta itu bakal milik kita, maka tiada siapa yang boleh menyebabkan kita kehilangan akan harta tersebut. Jika kita berada di posisis Hasan al-Basri, sanggupkah kita menyerahkan harta bernilai RM 2.7 juta kepada orang yang tidak dikenali sebagai sedekah ? Fikir-fikirkanlah....

credit to http://syedzai.blogspot.com/2011/03/hasan-al-basri-dan-jubah-4000-dinar.html 

Kisah Pembelaan Hasan al-Bashri kepada Rakyat

Nama Imam Abu Hasan al-Bashri cukup harum di mata umat Islam. Kepribadiannya teguh untuk menyuarakan kebenaran. Karena sikap inilah nyawa Hasan al-Bashri hampir melayang ketika harus melawan kekuasaan. Saat itu Irak dijabat seorang gubernur diktator bernama al-Hajjaj ats-Tsaqafi. Pemimpin ini terkenal bengis dan gemar bertindak sewenang-wenang. Hampir seluruh rakyat Basra tak berani protes, bahkan untuk kebijakan yang dapat menyengsarakan mereka. Namun ini pengecualian bagi Hasan al-Bashri. Suatu hari Hajjaj meresmikan istana barunya. Harta dan keringat rakyatlah yang membuat bangunan megah itu menjulang gagah. Selanjutnya, rakyat gigit jari atau sekadar menonton dari kejauhan sebagai tamu undangan. Di sana, Hasan al-Bashri bersuara pedas: ”Kita tahu dulu Fir’aun membangun istana yang lebih indah dari ini. Allah kemudian membinasakannya karena kedurhakaan dan kesombongannya.” Sang Imam terus melancarkan kritiknya. Aksi ini memancing amarah gubernur. "Kurang ajar! Mengapa kalian biarkan budak dari Bashrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya,” teriak Hajjaj kepada para algojonya. Ketika dihadapkan ke penguasa tiran itu, Hasan al-Bashri bersikap sangat tenang. Semua pertanyaan dijawab tegas tanpa rasa khawatir. Ketenangan ini justru mengangkat wibawanya dan akhirnya menaklukan kecongkakan Hajjaj. Sebenarnya, sejak Hasan al-Bishri pertama meneriakkan kritik, rakyat di sekelilingnya sudah mulai mencemaskan nasib sang imam. Sebagian dari mereka memohon Hasan al-Bahsri menyudahi aksinya. Namun, kekhawatiran ini segera dijawab Hasan al-Bishri: ”Sungguh orang-orang berilmu telah tergadai jiwanya untuk mengungkapkan kebenaran kepada manusia, bukan malah menyembunyikannya.” (Mahbib Khoiron)